Sampah menjadi salah satu permasalahan besar bagi tempat-tempat wisata di Indonesia/Net
Sampah menjadi salah satu permasalahan besar bagi tempat-tempat wisata di Indonesia/Net
KOMENTAR

GUNA menyelesaikan permasalahan sampah di Bali, Danau Toba, dan Labuan Bajo, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB) melalui Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) mengajak para startup dan organisasi kemasyarakatan untuk menciptakan inovasi yang dapat mempercepat penerapan ekonomi sirkular dan mewujudkan Indonesia bebas sampah.

Sampai saat ini, sampah masih menjadi salah satu isu sentral untuk membangun ketangguhan iklim. Menurut data, permasalahan sampah menyumbang 6,94% emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia dan hal ini masih terus terjadi dari tahun ke tahun.

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Angela Herliani Tanoesoedibjo, mengapresiasi inisiatif CCE. Dirinya mengatakan, alam merupakan salah satu aset terbesar bagi pariwisata Indonesia, apalagi jika dilihat dari lima destinasi super prioritas (DSP) sekarang ini, wisatawan datang karena keindahan alam Indonesia tidak ada duanya.

“Oleh karena itu, kita harus betul-betul menjaga keberlanjutan alam, salah satunya dengan penanganan sampah. Ini harus menjadi prioritas, agar nilai ekonomi pariwisata yang memiliki multiplier effect sangat besar, bisa diteruskan dari generasi ke generasi,” ujarnya.

Menanggapi ini, Chairperson Yayasan Anak Bangsa Bisa Monica Oudang mengatakan, YABB banyak belajar dari berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah kompleks, yaitu solusi jangka panjang yang berasal dari kolaborasi lintas sektor. Karenanya, YABB meluncurkan Catalyst Changemakers Ecosystem gelombang kedua sebagai wujud dari tekad untuk terus menciptakan dampak yang lebih besar.

Peluncuran virtual Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE)/Tangkapan Layar

“CCE adalah cara kami mewujudkan komitmen untuk mempercepat transisi ekonomi sirkular menuju Indonesia bebas sampah. Melalui kolaborasi dengan para pembuat dampak, YABB menerapkan solusi berbasis ekosistem yang dapat melahirkan inovasi untuk menyelesaikan masalah secara sistemik. Untuk mencapai tujuan tersebut, CCE memiliki tiga kegiatan utama, yaitu Link Up (bersatu), Sync Up (melebur), dan Scale Up (berkembang),” jelas Monica.

CCE memilih pendekatan ekonomi sirkular karena perannya yang vital dalam menyelesaikan masalah sampah dan turut berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Melalui pendekatan ini, CCE menghubungkan para pembuat dampak di area hulu dan hilir agar solusi yang dihasilkan dapat menjadi lebih holistik.

Untuk lokasi implementasi solusi, CCE memilih kawasan pariwisata karena peran pentingnya dalam mendorong perekonomian negara.

Di CCE gelombang kali ini, YABB melibatkan lintas pemangku kepentingan agar solusi lebih tepat sasaran dalam menjawab masalah untuk jangka panjang. Mulai dari pelibatan pemerintah dan universitas di daerah untuk turut mengidentifikasi permasalahan, sampai pelibatan pihak swasta dan donor untuk memastikan inovasi yang dihasilkan bisa memiliki keberlanjutan.

YABB mengajak semua start up dan CSO di seluruh Nusantara, yang memiliki teknologi atau program di sektor sampah, akses air, atau bencana alam, dan siap mengimplementasikan di salah satu target kota percontohan, untuk bergabung ke Catalyst Changemakers Ecosystem 2.0.

“Kami juga mengundang para pembuat dampak lainnya, mulai dari pemerintah, bisnis, akademisi, komunitas, sampai media untuk ikut mengambil peran di dalam penyusunan dan implementasi solusi maupun untuk ikut menyebarluaskan ajakan ini,” demikian Monica.




Jaya Suprana: Resital Pianis Tunanetra Ade “Wonder” Irawan Adalah Peristiwa Kemanusiaan

Sebelumnya

Festival Pilkada “Jakarta Oh Jakarta” 2024: Ruang Interaktif yang Menghubungkan Warga dengan Program 3 Paslon

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel C&E